makalah pendidikan keaksaraan dan kesetaraan
BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kualitas pendidikan
di Indonesia masih mengkhawatirkan termasuk pendidikan dasar, hal tersebut
terbukti dengan adanya fenomena Drop Out khususnya pada jenjang pendidikan
dasar. Meskipun Pemerintah telah memprogramkan pemberian Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) dalam rangka membebaskan biaya untuk pendaftaran, iuran bulanan
sekolah, biaya ujian, bahan dan biaya praktek, namun pada kenyataanya masih
saja terdapat jumlah anak putus sekolah. Banyaknya jumlah siswa Sekolah Dasar
(SD) yang putus sekolah menunujukkan bahwa kesejahteraan anak masih belum dapat
terpenuhi. Apabila kesejahteraan anak tersebut tidak terpenuhi maka dapat
mengakibatkan kesenjangan sosial dan patologi di tengah masyarakat.
Mengingat anak
adalah generasi muda yang merupakan suatu modal atau aset utama dalam
pembangunan nasional. Faktor dominan yang menyebabkan siswa Sekolah Dasar (SD)
drop out adalah faktor kawin usia muda, latar belakang pendidikan orang tua,
lingkungan pergaulan dan rendahnya apresiasi masyarakat sekitar pada dunia
pendidikan. ix Kesimpulan yang didapat dari hasil analisis data yaitu faktor
yang menyebabkan drop out pada siswa sekolah Dasar (SD) yaitu antara lain :
faktor kawin usia muda, yang dialami oleh informan yang berjenis kelamin
perempuan dikarenakan adanya anggapan bahwa perempuan betapapun tingginya
tingkat pendidikannya pada akhirnya ia akan menjadi ibu rumah tangga yang
mengurus tugas-tugas rumah tangga. Faktor kedua adalah latar belakang
pendidikan orang tua yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyebab
drop out pada siswa sekolah dasar dikarenakan minimnya pengetahuan orang tua
tentang arti pentingnya pendidikan bagi anaknya. Ketika anak sudah lancar
membaca dan menulis maka hal tersebut dirasa cukup. Faktor ketiga adalah
lingkungan pergaulan anak, teman bergaul anak memiliki latar belakang yang
beraneka ragam sehingga mempengaruhi tingkah laku anak sehari-hari. Lingkungan
pergaulan anak yang mayoritas dewasa dan tidak sekolah menyebabkan anak menjadi
malas untuk pergi ke sekolah dan memilih bermian bersama teman-temannya. Faktor
terakhir adalah rendahnya apresiasi masyarakat sekitar pada dunia pendidikan,
yang dimaksud apresiasi disini adalah respon atau tanggapan dari orang tua
terhadap pendidikan bagi anaknya. Sekolah hanya dianggap sebagai tempat bermain
saja dan asalkan anak sudah bisa membaca dan menulis maka hal tersebut dirasa
sudah cukup sehingga anak tidak perlu sekolah lagi. Tidak hanya itu, orang tua
juga menganggap bahwa pendidikan agama bagi anak itu lebih penting daripada
pendidikan formal sehingga orang tua lebih memilih memondokkan anaknya dengan
harapan anak dapat memperoleh pendidikan agama secara lebih mendalam sehingga
diharapkan anak tersebut tidak melanggar norma-norma yang ada pada masyarakat.(
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/14792 diakses pada tanggal 19 juni 2015 pukul
12:51).
Selain pada tingkat
SD masih banyak juga anak-anak yang putus sekolah karena beberapa hal ada yang
tidak bisa membayar biaya sekolah ada juga yang dikarenakan nakal makanya dido,
masih banyak juga masyarakat indonesia yang buta huruf atau buta aksara,
kebanyakan yang masih menyandang buta huruf dan buta aksara adalah orang-orang
pada zaman dahulu atau para orang tua yang mereka berpikiran bahwa pendidikan
itu tidak penting. Sehingga mereka kebanyakan tidak sekolah dan akibatnya
banyak dari mereka tidak bisa membaca, berhitung dan menulis. pendidikan
nonformal menyediakan sarana atau fasilitas untuk para anak-anak yang tidak bisa
melanjutkan sekolah di sektor formal ataupun orang-orang yang tidak mengenyam
bangku sekolah sama sekali yaitu dengan mengikuti program kesetaraan yang mana
ditujukan untuk anak-anak atau orang-orang yang tidak bisa melanjutkan sekolah
dan ingin mendapatkan status sama seperti di pendidikan formal.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
kesetaraan dan Keaksaraan itu?
2.
Bagaimana
dampak atau pengaruh kesetaraan dan keaksaraan bagi orang-orang yang tidak bisa
mengenyam pendidikan di sektor formal?
C.
Tujuan
1.
untuk
mengetahui apa itu kesetaraan dan keaksaraan
2.
untuk
mengetahui dampak dan pengaruh dari pendidikan kesetaraan dan keaksaraan bagi
orang-orang yang tidak bisa mengenyam pendidikan di sektor formal
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesetaraan
Sistem pendidikan Nasional mengamanatkan tentang
penyelenggaraan pendidikan dalam bentuk formal (persekolahan) dan Nonformal
yang berlangsung diluar sistem persekolahan, dan bahkan yang berlangsung di
dalam rumah tangga, sehingga dijadikan sebagai suatu landasan hukum
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Pendidikan umum pada pendidikan nonformal
adalah pendidikan kesetaraan. Pendidikan
kesetaraan adalah pendidikan yang berlangsung di luar sistem persekolahan,
namun kompetensi lulusannya dianggap setara dengan kompetensi lulusan pendidikan
formal (persekolahan) setelah melalui ujian kesetaraan. Walaupun demikian
pendidikan kesetaraan seakan termarginalkan dari perhatian publik karena wujud
penyelenggaraannya di dalam masyarakat tidak begitu popular. Padahal pendidikan
kesetaraan memberikan andil yang cukup signifikan dalam menyumbangkan APK dan
APM pendidikan umum, baik Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs. Dan
Paket C setara SMA/MA. Dalam situasi
masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan Kesetaraan tidak hanya berorientasi
pada masa lalu dan masa kini, yang senantiasa dilaksanakan dengan mengacu pada pendidikan
Formal, yakni berkelompok, mempergunakan narasumber dari kalangan guru formal,
serta metode pembelajarannya sentaralistik (teaching centerd), sebab diketahui bersama
bahwa karakeristik sasaran pendidikan kesetaraan sangat beragam ditinjau dari tingkat
ekonomi, letak geografis dan keadaan sosial budaya.
Peserta didik pendidikan kesetaraan adalah
orang-orang yang memiliki pemikiran praktis rasional, artinya apa yang dia lakukan
berorientasi pada keuntungan dirinya pada saat itu, tanpa memikirkan bagaimana pentingnya pendidikan dalam kehidupan. Paradigma pendidikan kesetaraan yang
menganggap sasarannya adalah orang-orang kurang beruntung dan termarginalkan,
perlu mengalami revolusi dan pencerahan. Bahwa sasaran pendidikan kesetaraan
dewasa ini bukan hanya orang yang kurang beruntung dan termarginalkan, tetapi
juga melayani orang-orang yang memilih pendidikan kesetaraan. Kalau tidak
berlebihan, hal ini dapat dikatakan bahwa pendidikan kesetaraan sudah menjadi
pilihan. Pemahaman tentang pembelajaran
pada pendidikan kesetaraan yang pada dasarnya tidakhanya mempelajari tentang
konsep, teori dan fakta, tetapi lebih mementingkan aplikasi dalam kehidupan
sehari-hari, menuntut bagi para penyelenggara pendidikan untuk lebih bijaksana
memilih Tutor yang memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang model-model dan
strategi pembelajaran pendidikan kesetaraan, tidak sekedar merekrut teanaga
pendidik pada pendidikan formal.
B. Pengertian
Keaksaraan
Menurut Fasli Jalal,dkk dalam bukunya pendidikan
keaksaraan (2005 : 7 ) secara ideologis, keaksaraan merupakan “jiwa” dari suatu
program pendidikan dan budaya yang memberikan serangkaian nilai yang bermanfaat
untuk membuat berbagai pilihan yang bijak. keaksaraan itu sendiri menurut H.S.
Bhola (1984:21) dalam bukunya Fasli Jalal,dkk dalam bukunya pendidikan
keaksaraan dan kesetaraan (2005;7) dikatakan sebagai “literacy can be defined
in instrumental terms as the ability to read and write in teh mother tongue or
in national language this is required by cultural and political realities,
bahwa filsafat keaksaraan memandang hakikat keaksaraan sebagai instrumental
yang sangat terkait dengan peradaban manusia berupa kemampuan baca tulis sebagai
induk bahasa yang digunakan oleh setiap bangsa di dunia.
Jadi pengertian
pendidikan keaksaraan adalah uapaya
pembelajaran untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan membaca, menulis,
berhitung, dan berbahasa, Indonesia dengan kandungan nilai fungsional, bagi
upaya peningkatan kualitas hidup dan penghidupan kaum buta aksara.
C. Dampak atau pengaruh kesetaraan dan
keaksaraan bagi orang-orang yang tidak bisa mengenyam pendidikan di sektor
formal
Untuk standarisasi pendidikan pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan yang telah mengatur garis-garis besar mengenai pelbagai aspek
standar mutu pendidikan, meliputi standar proses, isi, kompentensi lulusan,
sarana parasarana, pembiayaan, pengelolaan, pendidikan, dan tenaga pendidikan
dan penilaian. Sebagai subsistem pendidikan nasional PNF dihadapkan pada dua
tantangan besar pembangunan PNF. Pertama, bagaimana PNF mampu melaksanakan
komitmen nasional untuk mengembangkan mutu pendidikan. Kedua, bagaiamana PNF
mampu berperan efektif membantu menyelesaikan masalah masyarakat lapisan bawah,
yang memiliki keterbatasan akibat ekonomi, geologis, sosial dan demografis.
Pendekatan untuk mengintegrasikan aspek mutu dalam mengembangkan program PNF
serta melibatkan seluruh stakebolder pendidikan merupakan strategi untuk
menjawab tantangan tersebut. Masih tingginya angka buta aksara nasional,
sekitar 15,6 juta penduduk berusia 15 tahun pada tahun 2004, di tahun 2005
menurun sedikit menjadi 14,6 juta. Dari jumlah tersebut sekitar duapertiganya
adalah kaum perempuan. Dengan kondisi itu, Indonesia masih termasuk 34 negara
penyandang buta aksara terbesar.
Menyadari arti penting membarantas buta aksara,
Presiden telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 5 tahun 2006 tertangal 9
Juni 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (GNPPWBP-
PPBA). Dengan landasan hukum ini,
pemerintah telah menetapkan kebijakan penuntasan buta aksara sebagai salah satu
prioritas pembangunan pendidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal
sebagai penanggung jawab pelaksanaan program telah menyusun strategi, program
dan sasaran hingga tahun 2009. targetnya tinggal 5% dari jumlah pendduk atau
sekitar 7,5 juta penduduk berusia 15 tahun yang buta aksara. Sudah tekad pemerintah untuk menuntaskan buta
aksara dengan cepat. Masalahnya jumlahnya meningkat akibat masalah sosial
ekonomi. Lebih dari itu, pemberantasan buta aksara menempati peran strategis
karena akan mengatasi masalah fundamental sumberdaya manusia. Kita menyadari,
pendidikan keaksaraan merupakan satu upaya untuk memenuhi hak-hak dasar
masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan keaksaraaan akan
meningkatkan keberdayaan masyarakat dan kualitas hidup yang lebih baik melalui
kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Pada tingkat ini, pendidikan
keaksaraan dapat meningkatkan kapasitas peserta didik hingga mencapai kemampuan
basic literacy.
Pendidikan keaksaraan juga memberikan keterampilan
praktis dan meningkatkan kecakapan warga belajar. Kecakapan tersebut diarahkan
pada peningkatan keberdayaan ekonomi melalui pemanfaatan keunggulan potensi
lingkungannya. Pendidikan keaksaraan fungsional juga diarahkan dapat
meningkatkan kapasitas berpikir dan pengembangan potensi pribadi secara
optimal. Pada akhirnya seseorang mampu berperan dalam dinamika kehidupan serta
memberikan kontribusi bagi perkembangan social budaya. Dengan meningkatkanya
kapasitas berpikir dan kepribadian, peserta didik keaksaraan fungsional akan
lebih mampu menempatkan peran dan aktualisasi dirinya. Termasuk meningkatnya
kepercayaan diri dan kesadaran sebagai warga negara. Itu semua merupakan investasi sumber daya
manusia yang secara potensial dapat menggerakkan dinamika pembangunan.
Menurunnya angka buta aksara secara nasional dengan sendirinya akan memperbaiki
Bagi PNF, programprogram yang tidak mempertimbangkan mutu tidak akan
efektif. Dalam pendidikan keaksaraan,
tantangan mutu terletak pada bagaimana keaksaraan fungsional dapat memberikan
keterampilan praktis yang bermanfaat bagi peserta didik setelah mereka melek
aksara. Dalam pendidikan kesetaraan, pendekatan mutu diwujudkan melalui muatan
kecakapan hidup (lifeskill) yang dapat mengantarkan para lulusannya memperoleh
mata pencarian melalui pembukaan usaha baru atau keterampilan bekerja dunia
usaha. Selain itu mutu pendidikan
keaksaraan dan kesetaraan ditentukan pada aspek kecakapan pribadi,
intelektual social okacional yang mampu mengembangkan kelompok masyarakat yang
kurang beruntung (miskin) menjadi komunitas masyarakat pembelajar sepanjang
hayat yang lebih maju dalam berpikir, bersikap. Masalah yang dihadapi peserta
didik PNF adalah masalah aktual yang memerlukan solusi cepat. Para penyandang
buta aksara, anak-anak usia dini yang belum
memperoleh pendidikan memadai,
anak-anak yang putus sekolah atau belum/tak pernah bersekolah, penduduk yang menganggur
karena tidak memiliki keterampilan, diskriminasi lakilaki dan perempuan adalah
masalah sosial-ekonomi yang membawa bangsa dalam kemiskinan. Pendidikan
Nonformal diharapkan dapat mengatasi persoalan tersebut, asalkan dilakukan
dengan strategi yang efektif.
Dampak adanya kesetaraan dan keaksaraan bagi
orang-orang yang tidak bisa mendapatkan pendidikan secara formal adalah memberi
kesempatan bagi orang-orang yang tidak bisa melanjutkan pendidikan secara
formal, tetapi mereka tetap diakui setara sama orang-orang yang sekolah di
pendidikan nonformal.
Memberi kesempatan
orang-orang yang belum atau tidak bersekolah untuk mendapatkan pendidikan
secara keaksaraan supaya bisa membaca dan menulis, menghitung ynag bisa
diguanakan untuk kehidupannya sehari-hari. Meningkatkan perekonomian bagi orang
yang mengikuti pendidikan kesetaraan ataupun keaksaraan, karena dengan
kemampuan yang dimilikinya dan pengetahuan yang didapatnya selama mengikuti
program kesetaraan dan keaksaraan bisa menggunakan kemampuannya untuk melakukan
usaha yang bisa menambah perekonomian mereka, dan hal tersebut bisa mengurangi
pengangguran. Bagi ibu-ibu yang mengikuti kesetaraan ataupun keaksaraan bisa
mengetahui pengetahuan mengenai kesehatan untuk anak-anaknya, sendirinya dan
untuk keluarga.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan
keaksaraan dan kesetaraan sangat penting dalam dunia pendidikan non formal
karena pendidikan keaksaraan dan kesetaraan memberi kesempatan bagi orang-orang
yang tidak sekolah di sektor formal ataupun yang tidak melanjutkan sekolah
karena droup out ataupun tidak mempunyai biaya, dengan adanya pendidikan kesetaraan
dan keaksaraan ini mereka bisa mendapatkan pendidikan dan mereka bisa setara
seperti orang-orang yang bersekolah secara formal
B.
Saran
pendidikan
kesetaraan dan keaksaraan harusnya disesuaikan dengan kebutuhan warga
belajarnya disesuaikan dengan kondisi dan latar belakang mata pencaharian
mereka. metode-metode pembelajarannya juga disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi lingkungan sekitar dimana mereka tingga, supaya pengetahuan yang
didapat selama mengikuti program kesetaraan dan keaksaraan warga belajar bisa
menggunakan pengalamannya itu di dalam kehidupannya sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/196111141987031-ELIH_SUDIAPERMANA/PNF__Pend._ksetaraan,_keaksaran,_kecakapan_hidup_x.pdf
diakses pada tanggal 19 juni 2015 pukul 10:49
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/bahan%20kuliah%20Pendidikan%20Keaksaraan%20dan%20kesetaraan.Komitmen%20Masyarakat%20Internasional.pdf
diakses pada tanggal 19 juni 2015 pukul 10:59
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/197608142006042-VIENA_RUSMIATI_HASANAH/bahan_materi_kesetaraan.pdf
diakses pada tanggal 19 juni 2015 pukul 11:03
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/sujarwo-mpd/konsep-dasar-pendidikan-keaksaraan-fungsional.pdf
diakses pada tanggal 19 juni 2015
Comments
Post a Comment